I. Firman Allah surat Ali Imron 112 yang artinya:
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.
Tafsirnya:
1. Orang-orang yang tidak melaksanakan hubungan baik dengan Allah dan dengan sesama manusia, akan ditimpakan kehinaan kepada mereka.
2. Hubungan baik kepada Allah itu berarti berpegang teguh kepada agama Allah, sedang hubungan baik dengan sesama manusia itu berarti berbuat baik terhadap sesama.
3. Dari ayat tersebut di atas mengandung pengertian bahwa bila kita mempunyai kesalahan kepada Allah maka haruslah mohon ampun (istighfar) kepada Allah, dan bila kita mempunyai kesalahan kepada sesama manusia maka haruslah minta maaf kepada sesamanya.
4. Ayat ini dapat dijadikan dasar untuk Idul Fitri dan Halal Bihalal. Melaksanakan sholat termasuk sholat Idul Fitri adalah melaksanakan hubungan baik terhadap Allah, sedang Halal Bihalal terkandung pengertian silaturrahim dan saling maaf memaafkan adalah untuk berhubungan dengan sesama dan mempererat tali persaudaraan.
II. Hubungan Antara Puasa Ramadhan dan Idul Fitri
a. Pasca Puasa Ramadhan
Setelah satu bulan lamanya kaum Muslimin melaksanakan puasa, maka datanglah saatnya merayakan Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal setiap Tahun Hijriyah. Idul Fitri adalah hari pertama dimana kaum Muslimin menghayati kembali kebebasan dan kemerdekaan dalam hidup dan kehidupan sehari-hari setelah satu bulan lamanya melaksanakan ibadah puasa yang pada lahirnya menahan diri dari makan, minum dan bersenggama dengan istri di waktu siang hari. Kita sebutkan pada lahirnya berpuasa itu “hanya menahan diri dari makan, minum dan bersenggama” pada waktu tertentu. Sedang pada hakikatnya ruang lingkup menahan itu meliputi menahan panca indera dan anggota-anggota badan lainnya dari perbuatan yang haram, menahan hati dari sifat hasud (dengki), dendam, takabur, ‘ujub, riya’, sum’ah dll.
b. Motivasi kegembiraan
Ada dua hal yang menyebabkan kaum Muslimin bergembira ria dan layak merayakannya, pertama; gembira telah dapat menunaikan kewajiban pokok agama yang diperintahkan oleh Allah SWT yakni salah satu rukun Islam yang lima. Kedua; gembira karena telah berhasil menabung simpanan (investment) berupa kebaikan dan pahala yang akan diperoleh dalam kehidupan di akherat kelak, ketika dihadapkan dalam mahkamah Allah yang maha adil. Sesuai dengan sabda Rasullulah SAW;
“Bagi seseorang yang berpuasa itu memperoleh dua kegembiraan, gembira dikala berbuka dan gembira dikala berhadapan dengan Allah” (H.R. Muslim).
Prof. Mahmud Syaltut memberikan alasan berkenaan dengan soal ini, bahwa yang pertama; gembira karena dapat menunaikan kewajiban, yang kedua; kesiapan menabung pahala atau kebaikan adalah dua unsur yang sangat penting dalam mewujudkan kebahagiaan hidup pribadi dan masyarakat. Dengan menunaikan kewajiban itu maka jika akan merasa tenang dan tenteram (mutmainah), hati nurani suci dan murni, dada menjadi lapang, cita-cita semakin kuat, kemauan akan berkembang dan lain-lain sikap jiwa yang positif. Adapaun kesiapan menabung pahala atau kebaikan maka setiap orang akan merasa lebih optimis menghadapi hari-hari yang akan datang. Dia semakin rela akan berkorban dan berjuang di jalan yang di ridhoi Allah SWT dengan segala kemampuan maksimal yang ada pada dirinya, demi untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan.
Atas dasar motivasi yang demikian itu, maka kaum Muslimin sudah selayaknya menunjukkan kegembiraan itu dengan jalan bersuka ria pada hari raya Idul Fitri itu.
c. Cara merayakan Idul Fitri
Adapun cara merayakan Idul Fitri itu tidaklah dengan berpesta pora melampiaskan kegembiraan sepuas-puasnya tanpa batas, tetapi hendaklah secara wajar dan sadar sesuai anjuran ayat 112, surat Ali Imron tersebut di atas.
Pertama, hendaklah kita dapat meningkatkan hubungan kepada Allah lebih baik. Sesuai dengan perintah puasa; agar dapat meningkatkan takwa kita kepada Allah SWT. Dalam rangka meningkatkan hubungan kita kepada Allah yang bersifat menjulang (vertikal), maka di sekitar Idul Fitri kaum Muslimin banyak mengumandangkan kalimat Takbir, Tahmid dan Tahlil;
Dalam ucapan-ucapan dan amalan tersebut termuat di dalamnya empat hal;
1. Manifestasi pengulangan bahwa Allah Maha Besar, tidak ada yang lebh besar, lebih kuat, dan lebih sempurna di dalam wujud ini selain Allah SWT.
2. Terkandung permohonan permintaan hanya kepada Allah semata-mata.
3. Menguatkan ke-Esaan Ilahi dengan ikhlas dan suci, bersandar kepadanya dalam segala situasi dan kondisi, berusaha selalu mentaati perintah Allah dan menjauhi larangannya.
4. Membulatkan tekad bahwa yang berhak dihormati dan dipuja hanyalah Allah SWT, karena hanya Allah lah yang Maha Terpuji.
Kedua, hendaklah kita dapat meningkatkan hubungan dengan sesama yang bersifat mendatar (Horisontal). Maka pada Idul Fitri itu dianjurkan supaya saling menjaga hubungan yang harmonis, saling memaafkan, menyalakan semangat persaudaraan dan kesetiakawanan (solidarity). Hal-hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan;
1. Saling silaturahmi dan saling mengucapkan; Taqaballahu mina maminkum taqabbal yaa kariim
2. Saling menyatakan kesalahan masing-masing dan saling minta maaf, sesuai dengan sabda Nabi SAW;
“Semua anak Adam (manusia itu) sering membuat kesalahan, sebaik-baik mereka yang membuat kesalahan itu adalah orang yang suka berjabat tangan” (H.R. At Tarmidzi)
3. Saling bertemu dan saling berjabat tangan untuk saling memaafkan sesuai anjuran Rasulullah SAW;
“Berjabat tanganlah kamu satu sama lain agar lenyaplah dendam kesumat dari hatimu.” (H.R. Al Baihaqi)
III. Kesimpulan Hikmah Idul Fitri dan Halal Bihalal
Dengan Idul Fitri dan Halal Bihalal kita kaum Muslimin akan dapat;
1. Memperkuat Iman dan Islam serta mensyiarkannya.
2. Membersihkan jiwa dari segala noda dan dosa terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia.
3. Dapat meningkatkan ibadah kita kepada Allah SWT, serta mendorong untuk berbuat baik kepada orang lain.
4. Dapat menyambungkan kembali silaturahmi dan persaudaraan yang terputus.
5. Saling memaafkan antar sesama Muslim dan dengan selain Muslim atas kekhilafan dan kesalahannya.
6. Penyambung persaudaraan dan kekeluargaan yang jarang bertemu.
7. Memupuk kerukunan bermasyarakat yang bersifat majemuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar